Tahanan asal Malaysia di Guantanamo mengaku bersalah terlibat Bom Bali 2002
2024.01.17
Fort Meade, Amerika Serikat
Dua terdakwa teroris asal Malaysia mengaku bersalah telah terlibat pembunuhan dalam Bom Bali 2002 – serangan teroris paling mematikan di Indonesia. Pengakuan ini mereka sampaikan pada Selasa (16/1) dalam persidangan militer Amerika Serikat di Teluk Guantanamo, Kuba, tempat mereka ditahan selama setidaknya 17 tahun.
Namun terdakwa Mohammed Bin Lep dan Mohammed Bin Amin mengaku tidak bersalah dalam sebagian dakwaan yang berkaitan dengan serangan bom di hotel Marriott di Jakarta pada 2003. Ini adalah kali pertama mereka menyampaikan pengakuan sejak ditangkap dan ditahan di pangkalan angkatan laut Amerika Serikat itu pada tahun 2006.
Secara keseluruhan, kedua terdakwa mengaku bersalah terhadap lima dari sembilan dakwaan yang dituduhkan kepada mereka sejak Januari 2021. Hakim Wesley A. Braun dari angkatan udara Amerika Serikat bertanya kepada kedua terdakwa untuk menentukan apakah dia akan menerima pengakuan bersalah mereka.
Bersama dengan dakwaan pembunuhan, Bin Lep dan Bin Amin juga mengaku bersalah telah secara sengaja menyebabkan cedera jasmani serius dan kerusakan harta benda dalam serangan bom kembar di Bali pada Oktober 2002, serta bersekongkol dan membantu kejahatan.
“Kalian berniat membunuh satu orang atau lebih,” kata hakim kepada kedua warga Malaysia itu, yang menjawab “iya.”
Namun kedua terdakwa mengaku tidak bersalah untuk dakwaan percobaan pembunuhan, terorisme, dan dua dakwaan lain terkait penyerangan terhadap warga sipil.
“Apakah ada bukti bahwa kedua terdakwa bertindak sebagai pemegang komando,” kata hakim kepada penuntut setelah jeda makan siang, yang memberi waktu kepada kedua terdakwa untuk menjalankan salat.
Menjawab pertanyaan hakim terkait dakwaan konspirasi, para penuntut menjawab “tidak.”
Sidang di Guantanamo itu disiarkan via video kepada reporter yang meliput dari Fort Meade, sebuah pangkalan angkatan darat AS di Maryland di dekat Washington, DC. Dalam sidang, Bin Lep mengenakan kemeja abu-abu dan songkok hitam, yang biasa dipakai pria Muslim di Malaysia. Sementara itu Bin Amin memakai kemeja krem tanpa songkok.
Memerinci serangan Bom Bali 2002, dokumen dakwaan menyatakan bahwa seorang pengebom bunuh diri berjalan memasuki Paddy’s Bar dan meledakkan sebuah rompi sementara pengebom bunuh diri yang kedua mengendarai sebuah mobil “yang penuh bahan peledak” ke sebuah lokasi di dekat Sari Club sebelum meledakkan bom itu. Sebuah bom yang ketiga diledakkan secara jarak jauh di dekat Konsulat Amerika Serikat.
Sebanyak 202 orang, termasuk banyak warga Indonesia dan Australia, terbunuh dalam serangan bom 12 Oktober 2002. Pihak yang dianggap bertanggung jawab atas serangan itu adalah Jemaah Islamiyah, afiliasi Al Qaeda di Asia Tenggara.
Serangan Bali juga merenggut tujuh nyawa warga negara Amerika Serikat. Sebanyak 11 orang terbunuh dalam serangan bom di hotel JW Marriott di Jakarta pada 5 Agustus 2003.
Setelah ditangkap pada 2003, Bin Lep dan Bin Amin, bersama seorang warga Indonesia bernama Encep Nurjaman, dikirim ke fasilitas rahasia milik intelijen AS (CIA) tempat mereka disiksa, menurut laporan Senat AS tahun 2014.
Mereka dipindahkan tiga tahun kemudian ke Camp Justice di Teluk Guantanamo, Kuba, tempat mereka ditahan.
Sejak akhir 2001, “termasuk kurun waktu sebelum, saat, dan setelah Bom Bali 12 Oktober 2002,” Bin Lep dan Bin Amin membantu Nurjaman “mentransfer uang operasi, dan mendapatkan dan menyimpan beberapa barang seperti dokumen identitas palsu, senjata, dan instruksi pembuatan bom,” tulis dokumen dakwaan.
Dokumen itu merujuk kepada kedua terdakwa sebagai alien unprivileged enemy belligerents – individu yang bukan warga negara AS yang terlibat kejahatan terhadap AS atau mitra koalisinya.
Sidang militer di Guantanamo memisahkan Nurjaman (yang punya nama lain Hambali) dari Bin Amin dan Bin Lep sebelum pengakuan bersalah mereka.
Hambali sedang menunggu persidangan untuk dakwaan serupa.
Penentuan hukuman terhadap kedua warga negara Malaysia itu diperkirakan berjalan mulai pekan depan.
Sesi sidang pada Selasa (16/1) berakhir tanpa keputusan dari Hakim Braun. Sidang akan dimulai kembali pada Rabu pagi.
Dalam sidang dakwaan Agustus 2021, pengacara Bin Amin, Bin Lep dan Hambali menyampaikan protes kepada hakim militer Hayes Larsen mengenai buruknya kualitas penerjemah yang disediakan pihak militer AS. Larsen tidak lagi menangani kasus ini.
Ketiga warga Asia Tenggara itu tidak menyampaikan pengakuan pada sidang itu.
Beberapa tahun setelah serangan 9/11, Bin Lep, Bin Amin dan Hambali termasuk dalam ratusan terduga Muslim militan dan anggota Al Qaeda yang ditangkap oleh AS dari seluruh negara dan dibawa ke pangkalan angkatan laut mereka di Kuba. Banyak tahanan yang ditutup matanya dan dirantai ketika diterbangkan dari luar negeri, menurut laporan berita pada waktu itu.
Tiga puluh tahanan tetap ditahan di Guantanamo ketika pemerintah AS menutup sebagian penjara itu.
Bulan depan, Khaled Sheikh Mohammad, agen Al Qaeda yang dituduh sebagai arsitek serangan 9/11, dan beberapa terduga lain akan menjadi fokus pada sidang praperadilan di Guantanamo, seperti yang baru-baru ini diumumkan oleh pejabat militer AS.